Pengelola warung internet dan game online mempertanyakan rencana penertiban yang dilakukan Pemerintah Kota Depok. Sebagian dari mereka keberatan jika razia itu mengarah pada penggantian aplikasi game karena belum tentu menarik bagi konsumen.
”Saya keberatan dengan rencana Pemkot Depok buru-buru menyiapkan aplikasi pengganti. Sebab, belum tentu aplikasi pengganti itu laku. Semestinya ada pembicaraan antara pemerintah dan kami (pengelola),” tutur Pian (28), pengelola Istana Net, di Beji, Depok, Jawa Barat, Rabu (14/3).
Penertiban warung internet (warnet) dan game online seharusnya didahului sosialisasi kepada pengelola dan ada jaminan tidak mengganggu bisnis internet itu.
Indra (24), pengelola Severen Net, di Depok, mengatakan, saat ini ada dua aplikasi permainan terfavorit, yaitu Lost Saga dan Point Blank. Aplikasi ini menyediakan banyak permainan, tergantung pada penggunanya, dan permainan dalam aplikasi itu tidak selalu berdampak negatif.
Sebelumnya Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi Depok Herry Pansila menyampaikan rencana penertiban game online. Permainan yang berkembang di warnet selama ini banyak berisi kekerasan dan pornografi. Akibatnya, anak yang belum siap menerimanya terpengaruh oleh permainan itu.
Herry mengingatkan, Amn (13), siswa SDN 1 Cinere, Depok, yang menikam temannya belakangan diketahui dari polisi gemar bermain game di sekitar rumahnya. Meski tidak dapat disimpulkan sebagai sebab akibat, pengaruh game online perlu diwaspadai. Saat ini di Depok ada lebih dari 2.000 penyedia game online yang tersebar di 11 kecamatan.
Aksi riil
Sekretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) M Ihsan mengatakan, pornografi, pornoaksi, dan tayangan kekerasan seperti di game online sudah lama menjadi masalah. Anak-anak usia sekolah dari berbagai lapisan ekonomi mudah mengakses situs-situs terkait ketiga hal itu di internet, berbagai bacaan, dan tayangan televisi.
Warnet yang menyediakan akses ke situs porno mungkin sudah ada sejak akhir tahun 1990-an. Penutupan situs-situs porno yang diikuti dengan razia warnet beberapa tahun lalu terbukti hanya reaksi sesaat pemerintah.
”Sekarang muncul lagi gugus tugas antipornografi. Saya rasa ini reaksi yang reaktif. Mengapa tidak mengefektifkan program yang sudah ada saja. Buat langkah riil di tingkat bawah, di kampung-kampung dan sekolah-sekolah,” kata Ihsan.
Beberapa tahun lalu, ujarnya, sudah ada wacana memberikan pendidikan seks sejak sekolah dasar (SD). Namun, program itu tidak jalan karena ketidakpahaman warga.
”Pendidikan seks sebenarnya mengenalkan perbedaan laki-laki dan perempuan secara anatomi, kesehatan reproduksi, kecenderungan psikologis seiring pertumbuhan anak dan remaja, dan lainnya. Ini penting sebagai pembekalan diri anak agar tak mudah terjerumus,” paparnya.
Anak-anak dan remaja perlu pendekatan khusus. Biasanya mereka mudah memahami ketika sesama mereka yang memberi penjelasan dengan bahasa anak muda. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan beserta jajaran di bawahnya, termasuk sekolah-sekolah, memprioritaskan adanya kegiatan kelompok sebaya. Kelompok ini bisa berinteraksi dengan target penanaman pemahaman yang benar tentang seks dan kekerasan.
Sebagai antisipasi akses ke situs porno, Suku Dinas Pendidikan Dasar Jakarta Pusat memblokir situs porno di 100 SD pada 2011. Kepala Seksi Pendidikan SD Jakarta Pusat Uripasih mengatakan, pemblokiran itu dilakukan dalam kegiatan internet sehat.
Awalnya, mereka dikenalkan dengan komputer dan internet agar melek teknologi. Akan tetapi, di sisi lain, ada peluang terjadi penyalahgunaan internet untuk mengakses situs porno.
Meski demikian, Uripasih belum bisa memastikan apakah pemblokiran ini akan terus berlanjut tahun 2012 ini. Padahal, dari 400 SD negeri dan swasta di Jakarta Pusat, baru 100 sekolah yang sudah memblokir akses terhadap situs porno. Dia mengakui, pihaknya tidak bisa mengawasi semua kegiatan siswa di luar sekolah, termasuk situs porno yang mereka buka di warnet.
0 comments:
Post a Comment